HAK ASUH ANAK SETELAH PERCERAIAN
-
23 November 2018 10:56
-
Admin
HAK ASUH ANAK SETELAH PERCERAIAN
Sebuah Perkawinan adalah menyatukan antara laki-laki dan perempuan yang berbeda menjadi satu ikatan yaitu keluarga. Dalam kenyataannya tidak semua perkawinan dapat berlangsung dengan harmonis dan tidak ada seorang pun yang ingin perkawinannya berakhir dengan jalan perceraian. Namun saat semua upaya dikerahkan untuk menyelamatkan suatu perkawinan tapi tetap pada akhirnya harus bercerai karena sudah tidak ada jalan lain. Dengan putusnya suatu perkawinan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), maka akan ada akibat – akibat hukum yang mengikutinya, salah satunya adalah mengenai Hak Asuh atas anak – anak yang lahir dari perkawinan tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal 41 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) disebutkan bahwa akibat dari putusnya suatu perkawinan karena perceraian adalah sebagai berikut:
- Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya.
- Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut
- Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Berdasarkan Pasal 41 UU Perkawinan jelas bahwa meskipun suatu perkawinan sudah putus karena perceraian, tidak mengakibatkan hubungan antara mantan suami atau istri dan anak – anak yang lahir dari perkawinan tersebut menjadi putus.
Sebab bahwa suami dan istri yang telah bercerai tetap mempunyai kewajiban sebagai orang tua yaitu untuk memelihara dan mendidik anak – anaknya, termasuk dalam hal pembiayaan yang timbul dari pemeliharaan dan pendidikan dari anak tersebut. Pasal 41 UU Perkawinan diatas menegaskan bahwa Negara melalui UU Perkawinan tersebut telah memberikan perlindungan hukum bagi kepentingan anak – anak yang perkawinan orang tuanya putus karena perceraian.
Jika dalam hak asuh anak terjadi perselisihan maka pengadilan yang akan memutus siapakah yang berhak atas hak asuh anak tersebut. Biasanya, pengadilan memberikan hak asuh perwalian dan pemeliharaan kepada ibu jika anak masih di bawah umur (belum 12 tahun menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 105).
Jika anak sudah bisa memilih atau sudah berumur diatas 12 Tahun, diperbolehkan memilih bersama ayah atau ibunya. Sedangkan yang bertanggung jawab atas semua biaya hidup dan pendidikan anak adalah ayah. Namun bila ternyata sang ayah tak sanggup memenuhi kewajiban tersebut, maka pengadilan akan memutuskan bahwa ibunya ikut menanggung biaya kebutuhan anak.